Beberapa
waktu yang lalu saya mengisi acara di sebuah training pengkaderan dari suatu
organisasi kemahasiswaan yang saya ikut aktif di dalamnya. Untuk memancing
reaksi dari peserta agar dapat lebih terfokus pada materi yang akan disampaikan
iseng-iseng saya memberikan sebuah ”ice breaker” . hal ini biasa kami lakukan
manakala para peserta sudah mulai tidak fokus diakibatkan karena kelelahan,
mengantuk, rasa bosan yang bersangatan dan karena alasan yang lain lagi.
Pada saat
itu saya memegang sehelai kertas putih kosong yang bagian tengahnya saya beri
tanda titik dengan spidol hitam agar dapat kelihatan. Lalu saya meminta reaksi
dari para peserta yang berjumlah kurang lebih 20 orang untuk memberikan
tanggapan dan pendapatnya tentang kertas putih yang saya pegang tersebut.
Bermacam-macam tenggapan diberikan oleh para peserta. Ada yang memberikan jawaban serius tetapi
tidak sedikit juga yang jawabannya melantur alias ”asbun” , asal bunyi saja.
Tetapi yang penting adalah para peserta dapat kembali ke fokusnya, itulah
jawaban saya menanggapi dari reaksi para peserta.
Beberapa
hal yang menarik dari jawaban peserta yang ”serius” tentang ice breaker yang
saya berikan adalah bahwa hampir sebagian besar mengatakan kalau kertas yagn
saya pegang itu adalah setitik noda hitam di atas kertas yang putih plus dengan
berbagai macam filosofi dari mereka.
Lalu apa ada yang salah dengan jawaban yang mereka berikan? Jawabannya
adalah tidak. Selain untuk memancing reaksi dari para peserta agar dapat lebih
fokus tujuan lain dari saya memberikan ice breaker itu adalah untuk melihat
pola pikir dan sudut pandang peserta mengenai suatu masalah. Dan ternyata
jawaban yang diberikan adalah relatif sama yaitu setitik hitam di atas kertas
putih. lalu pertannyaan saya mengapa kita jarang atau bahkan tidak pernah
memandang sesuatu dari dari sudut pandang yang berbeda. Misalnya, mengapa kita
tidak katakan berjuta kumpulan titik putih dengan satu titik hitam. Mengapa
saya katakan berjuta kumpulan titik putih karena pada dasarnya satu bidang
warna pada suatu media (kertas misalnya) merupakan suatu kumpulan dari
titik-titik putih yang saling merapat dan bersatu. Yang menjadi masalahnya
adalah mengapa fokus kita lebih pada satu titik hitam yang kalau bisa dibilang
tidak ada artinya dibandingkan dengan jumlah titik putihnya yagn lebih banyak
jumlah.
Pembaca sekalian. Mengapa saya membicarakan tentang masalah ini. Hal ini
saya angkat dalam tema saya kali ini adalah karena hal tersebut banyak dan
sering terjadi dalam kehidupan kita. Dan secara tidak sadar dalam menilai
sesuatu misalnya apakah yang banyak atau sering kita lihat sisi kebaikannya
atau malah sisi keburukannya? Sering kali kita memandang atau menilai seseorang
lebih banyak berdasarkan kepada sisi gelapnya padahal bisa jadi mereka-mereka
yang kita anggap buruk juga mempunyai sisi baik yang tidak kalah banyaknya.
Seseorang yang selama ini kita kenal baik lalu tiba-tiba karena sesuatu hal melakukan
sebuah kesalahan yang tidak hanya merugikan dirinya tetapi juga orang lain maka
akan ”hilanglah” semua kebaikannya yang telah dibuatnya. Lalu kalau mereka
bersalah apa tidak perlu dihukum dan harus dibebaskan karena kebaikan-kebaikan
yang telah dibuatnya? Tidak demikian. Siapa yang bersalah dan melanggar
batas-batas norma yang tetap harus dihukum sesuai dengan kesalahan yang
dilakukannya. Sudah cukup disitu saja. Jangan kita terlalu mempermasalahkannya
ke depannya. Pada umumnya orang yang telah di cap bersalah oleh masyarakat dan
setelah mengalami masa hukumannya maka tetap akan dianggap ”bersalah
selamanya”. Hal secara psikologis akan membuat orang tersebut akan semakin
sulit untuk ”berubah” ke arah yang lebih baik dan bisa jadi ia malah menjadi
orang yang lebih buruk dan ”bersalah selamanya” karena tindakan dan pola pikir
masyarakat yang membentuknya sedemikian rupa.
Pembaca yang budiman. Mengapa kita jarang atau enggan untuk ”menerima” atau
memaafkan orang yang bersalah terutama kepada kita baik itu secara langsung
maupun tidak langsung. Pernahkah kita menempatkan posisi kita di tempanya
berada? Kalau kita berganti posisi dengannya apakah yang akan kita lakukan?
Mengapa kita jarang atau tidak pernah mungkin mencoba untuk memandang dari
sudut pandang yang berbeda mengenai suatu masalah dan mengenai seseorang.? Akan
banyak sekali perbedaan yang kita rasakan ketika kita bena-benar berusaha untuk
melihat dari sudut pandang orang lain. Kita akan menemukan pengetahuan dan
pemahaman baru yang tidak pernah kita pikirkan sebelumnya. Dengan belajar untuk
melihat dari sudut pandang yang berbeda kita tentang suatu akan banyak dapat
keuntungan yang bisa diperoleh antaa lain kita akan menjadi pribadi yang lebih
bersabar, pemaaf , tidak tergesa-gesa dalam melakukan sesuatu karena dilakukan
dengan penuh ketenangan dan pemikiran yang matang dan mendalam. Selain itu
keuntungan dan kebahagiaan terbesar yang bisa kita dapatkan adalah berupa
ketentraman dan kelapangan hati dan jiwa karena kita telah mampu untuk
”menerima” dan mengikhlaskan semua yang terjadi.
Memang tidak semudah membalikkan telapak tangan untuk dapat memahami
sesuatu dari sudut pandang yang berbeda. Ada banyak yang harus kita cermati dan
kita pelajari. Tetapi dengan niat yang benar dan usaha yang sungguh-sungguh
tidai ada yang tidak bisa dilakukan.
No comments:
Post a Comment