Belakangan komputer tak cuma orang dewasa. Anak yang
masih di tingkat TK _ SD pun sudah mengenal dan menggunakannya. Namun tak semua
program aplikasi baik dan pas untuk mereka. Keterlibatan orang tua amat diperlukan
untuk mencegah anak terpopulasi dampak negatif kotak ajaib ini.
Revolusi teknologi membuat komputer semakin tambah pintar, kompak, dan mudah dipakai. Yang tadinya berukuran segede gajah,
kini semakin mengecil. Sampai bisa ditenteng ke
mana-mana.
Fungsinya pun semakin meluas seiring dengan berkembangnya temuan-temuan kreatif perangkat lunaknya. Yang semula sekadar untuk membantu memecahkan hitung-hitungan rumit kini bisa dipakai untuk olahkata, olahdata, olahgambar, dan pangkalan data berbagai bidang kehidupan. Termasuk,
untuk keperluan pendidikan dan
hiburan bagi anak-anak.
Apalagi dengan munculnya teknologi multimedia (media ganda)
interaktif yang sanggup menyajikan
tulisan, suara, gambar, animasi, dan
video secara sekaligus maupun
bergantian. Anak-anak makin akrab dengan dunia perangkat canggih yang pada awal dasawarsa ‘80-an masih menjadi barang
langka. Kini semakin banyak anak melek komputer.
Namun bersamaan dengan itu, pemakaian kotak pintar ini menyimpan efek plus dan minusnya.
Dari seminar berjudul “Peran Orang Tua dalam Pemanfaatan Komputer untuk Pendidikan Anak” yang diadakan oleh Fak. Psikologi UI dan Majalah
Infokomputer di Jakarta beberapa
waktu lalu, muncul ilustrasi bagaimana
komputer dengan perangkat lunaknya bisa melahirkan dampak tersebut.
“Saya
punya murid yang susah diajak aktif dalam prosesbelajar di
kelas. Ia terlihat malas dan susah dalam menulis.
Padahal anak ini cukup
cerdas. Usut punya usut si anak ternyata
sering berhubungan dengan
komputer atau setiap hari
main komputer,” keluh seorang
guru SD swasta terkemuka di
Jakarta.
Sebaliknya, guru SD lain dari Semarang malah bangga dengan beberapa muridnya yang pintar matematika
lantaran sering belajar dengan
bantuan komputer. “Mereka bisa
berhitung dengan cepat,” jelasnya,
Sang guru pun berkesimpulan
penggunaan program komputer yang tepat sering kali
merangsang anak berpikir cepat.
Dua ilustrasi soal pengaruh penggunaan
komputer terhadap anak tadi terkesan bertentangan. Yang
pertama mengungkapkan pengaruh buruk komputer. Sebaliknya, yang kedua malah mengungkapkan manfaatnya. Keduanya, bisa jadi sama-sama benar. Buruk atau baiknya pengaruh iadi amat tergantung bagaimana orang tua atau guru menyiasati penggunaan komputer.
Tak pakai
melotot
Meminjam istilah Prof. Dr. Anti Hakim
Nasution, mantan rektor IPB dan pengamat
pendidikan, komputer itu ibaratnya pisau. Kalau anak tidak dibekali pengetahuan
akan fungsi dan pemakaian yang semestinya, dikhawatirkan pisau itu malah
akan melukainya.
Orang tua pun perlu memahami betul fungsi dan dampaknya agar anak memperoleh manfaat sebesar-besarnya dan mudarat yang sekecil-kecilnya.
Masuknya
komputer dalam proses belajar,
menurut Andi Hakim, melahirkan suasana yang menyenangkan karena sianak dapat mengendalikan kecepatan belajar sesuai dengan kemampuannya. Lalu gambar dan suara yang muncul
membuat anak tidak cepat bosan,
sebaliknya justru merangsang untuk
mengetahui lebih jauh lagi.
“Anak
menjadi tekun, sehingga diharapkan
menjadi lebih unggul di bidangnya, lebih cerdas, lebih kreatif, dan lebih mampu melihat persoalan dari segi lain
kini dan masa datang,” tutur Andi Hakim.
Suasana menyenangkan seperti ini jarang dinikmati anak ketika berhadapan dengan orang tua, maupun guru dalam belajar. Mengapa? Selain bisa jadi karena cara mengajarnya tidak menarik, “Dengan (program) komputer, anak merasa bebas
dari amarah,” kata Dra. Psi. Sri Hartati Suradijono, M.A., Ph.D., dosen
Fak. Psikologi UI.
“Kalau komputer yang menegur, anak tidak akan tersinggung. Tapi kalau dilakukan ibunya mungkin dia tersinggung karena pakai melotot dan nada suaranya tinggi, tambah Prof. Dr. Fawzia Aswin Hadis, pakar
psikologi perkembangan anak.
Kalau
anak berbuat salah, bahkan sampai
seribu kali pun komputer tidak
akan pernah marah dan melotot yang bisa meruntuhkan
kepercayaan dan harga diri si anak. Komputer biasanya malah memberi umpan balik sehingga
anak tahu kesalahannya,
dan bisa belajar dari
kesalahan itu. Dengan demikian anak
tidak segan mencoba-coba karena tidak takut
berbuat salah.
Perangkat
komputer sebenarnya netral. Artinya, munculnya pengaruh baik atau buruk akan tergantung pada si pemakai. Misalnya, akan kurang baik jika anak seringberlama-lama di depan komputer. Kalau ini yang terjadi, perkembangan gerak motorik kasar si anak, menjadi terbatas. Sebab, waktu yang seharusnya
dipakai untuk melakukan kegiatan
fisik lainnya, banyak dihabiskan di depan komputer.
Sudah begitu kemampuannya bersosialisasi bisa terganggu. Celakanya,
nilai-nilai moral, kecintaan pada sesama makhluk hidup, kepedualian sosial, tak dapat dipelajari di sana. “Untuk hal-hal seperti itu yang paling efektif
tentu pendidikan dari orang tua,” kata Dra. Karlina Leksono, M.Sc., ibu 2 anak yang juga
pembicara da!am seminar itu.
Karlina lantas menyodorkan kiat yang diperoleh dari
pengalamannya sendiri mencegah anak-anaknya
berkutat lama-lama dengan “mainan” satu
ini. Antara lain dengan melakukan tawar-menawar dengan anak soal
penggunaan komputer, termasuk
lamanya “bermain” dengan komputer. Akan halnya cara, kiat dalam membimbing, mengawasi, memberikan pemahaman pada anak ada seribu satu macam. Anda tentu bisa menyesuaikan dengan kondisi di rumah.
Jenis aplikasi di pasaran
Di samping soal hubungan antara anak dan komputer, yang perlu mendapat
perhatian ialah pemilihan
program atau perangkat lunak.
Celakanya, di pasaran akan
dijumpai beragam program aplikasi
pendidikan dan hiburan untuk anak.
Namun sebagai gambaran, program
aplikasi tersebut menurut In Saiful B. Ri&,van, dosen Fak.
Emu Komputer UI, bisa dikelompokkan dalam 4 golongan berdasarkan tujuan pembuatannya, yakni edutainment, games, infotainment, dan interactive movie. Edutainment dirancang khusus
untuk tujuan pendidikanlpengajaran yang
dalam penyajiannya diramu dengan unsurunsur entertainment (hiburan) sesuai dengan materinya. Program ini umumnya mengajarkan pengetahuan dasar seperti membaca, berhitung, sejarah, geografi, dsb. Contohnya, aplikasi berjudul ‘Beginning Reading” (untuk membaca), “Millies’s Math House”, “Mari
Belajar Plus Minus” (berhitung), “Where in the World is Carmen Sandiego” (geografi),
atau “The Cregon Trail” (sejarah).
Games dirancang untuk tujuan permainan dan tidak secara khusus diberi muatan yang mengandung aspek pedagogi
tertentu. Kalaupun ada
tambahan pengetahuan yang didapat
biasanya itu sebagai efek sampingan
saja.
Aplikasi
games masih dikelompokkan lagi ke dalam jenis adventures (petualangan untuk mencapai tujuan
tertentu dengan berbagai tantangan),
arcade (permainan menghadapi objek yang bergerak cepat, “membahayakan”,
atau “menyerang° pemain), role play (seperti
adventures tapi pemaian ikut jadi salah satu tokohnya), simulation (permainan simulasi tanpa tujuan tertentu dan apa yang ingin
dilakukan diserahkan kepada pemain), dan strategy (permainan seperti simulasi dengan
tujuan jelas sehingga membutuhkan
strategi si pemain).
Jenis
games macam inilah yang paling banyak
tersedia di pasaran. Contohnya, “King’s Quest”
(petualangan), “Street Fighter IP’ (arcade), “Ultima” (role
play), “Top Gun”
(stimulasi), dan ‘X-Corn” (stragtegi).
Sementara itu infotainment,
dirancang untuk keperluan referensi atau penyampaian infor• masi lengkap tentang suatu topik tertentu. Contohnya, “Grolier Multimedia Encyclopedia” “En crata ‘95″. Sedangkan interactive movie
dirancang memang untuk tujuan
hiburan.
Yang
menghibur dan mendidik
Persoalannya, tidak semua program aplikasi tersebut mengandung unsur pendidikan dan hiburan yang sehat. Harus dipilih lagi, terutama
kalau ingin membeli games.
Tak jarang games lebih menonjolkan
unsur-unsur seperti kekerasan dan agresivitas yang dapat mengarah pada perilaku
sadistis. Umpamanya, permainan yang
menyuguhkan perkelahian dua jagoan yang berakhir dengan dipenggalnya kepala atau dikoyaknya jantung lawan. Jika dibiarkan terus memainkan games macam itu, anak bisa terbawa
pengaruh buruknya yang bersifat
destruktif. Karena itu hendaknya
diperhatikan betul karakter aktornya
maupun cara yang dipakai aktor untuk mencapai tujuan.
Meski
tujuan sebenarnya just for fun, menurut Saiful, di luar itu tak sedikit games yang potensial untuk dijadikan media pengajaran. Lewat permainan simulasi pesawat tempur F-16 umpamanya, anak leluasa mengembangkan imajinasi untuk
menentukan tujuannya sendiri.
Jenis edutainment atau courseware yang baik, menurut Sri Hartati bersifat individual.
Artinya, anak bisa mengatur kecepatan belajarnya
sesuai dengan kemampuan, tingkat kesulitan materi yang dipelajari, isi, strategi belajar yang akan
dipakai, maupun bentuk penyajian materi. “Jadi motivasi anak bisa ditingkatkan lebih lanjut karena dia merasa tertampung atau sesuai (dengan irama permainan itu),” jelasnya.
Program yang mengajarkan konsep atau proses abstrak akan sangat mendukung
proses belajar-mengajar. Misalnya
tentang proses terjadinya hulan, menjadi lebih kongkret d ripada yang dipelajari dari buku
atau diajarkan guru di kelas. Lewat program ini anak bahkan
bisa mengatur jumlah awan, kelembapan
udara, arah angin dsb, sehingga bisa diketahui hujan akan jatuh di mana.
Program aplikasi ensiklopedia seperti “Grolier Multimedia Encyclopedia” akan memperluas wawasan pengetahuan tentang banyak hal yang telah atau
belum diajarkan di sekolah. Program ensiklopedia ini disusun dengan konsep hypermedia, teks disusun per topik. Misalnya,
anak ingin mengetahui tentang jalak
Bali. Ketika sudah ditemukan habitatnya
di Bali, ia dapat langsung mencari topik lain tentang Bali,
misalnya letak geografi, budaya, penduduknya,
dsb.
Ciri lain
program yang baik, meningkatkan kemampuan anak belajar mandiri dan memecahkan masalah. Dalam program seperti ini anak “dipaksa” menentukan sendiri apa yang hendak dilakukan, “Secara tidak langsung anak diajari menganalisis, melihat permasalahan dan alternatif yang merupakan langkah pemecahan masalah. Karena ada masa,tah, dia harus ambil tindakan. Dengan begitu kemampuan memecahkan masalah meningkat,” kata Sri Hartati.
Sesuai tipe dan umur anak
Dalam hal penggunaan komputer dalam proses belajar, orang tua perlu mengenali tipe anak sebagai individu. Menurut kebutuhannya, Sri Hartati membedakan anak atas 4 tipe, yakni anak belum tahu, anak
mencari tahu, anak kreatif, dan anak
sosial. Anak belum tahu adalah anak
yang perlu meningkatkan pengetahuan dan keterampilan, tapi tidak tahu apa yang perlu dia ketahui dan cara mendapatkannya. Anak tipe
ini paling cocok diberi program belajar yang bersifat terstruktur, yang disusun begitu rupa sehingga
langsung memberi informasi.
Anak
mencari tahu adalah anak yang sudah tahu apa yang ingin dia cari dan mempunyai dorongan kuat untuk mencari informasi yang dibutuhkan. Program belajar yang bersifat discovery learning paling pas
untuk mereka. Sedangkan tipe anak kreahf sebaiknya diberi fasilitas untuk menyalurkan kreativitasnya melalui kegiatan meiiggambar, menulis, memainkan alat musik, dan sebagainya.
Anak sosial yaitu anak yang
senang bekerja dalam kelompok atau ingin
meluaskan kontak sosialnya, dapat
disodori program yang bersifat
kolaboratif atau yang memungkinkan
untuk memperluas jaringan pertemanan.
Sementara itu, “Perangkat lunak atau program yang dipilih juga harus cocok dengan
usia anak,” tutur Fawzia.
Andi Hakim mencontohkarl program olahkata citau olahdata masih terlalu sulit bagi anak usia balita. Yang lebih pas adalah program pangkalan data yang
dilengkapi suara dan gambar. Komputer
pun tidak perlu
dilengkapi dengan peralatan
multimedia yang mahal.
Dalam bermain dengan komputer, kata Ir. Bambang Yuwono, seorang programmer perangkat
lunak pendidikan, biarkan
anak mendapat kesempatan berpikir,
mencoba dan melakukan kesalahan. Jangan
terlalu banyak diberi petunjuk
dan perintah, apalagi
dipaksa mencapai nilai tertinggi.
Biarkan anak melakukan
eksplorasi sendiri untuk menernukan
hal-hal yang menakjubkan dalam
proses belajarnya. “Bimbingan diberikan bi!a anak betul-betul mengalami kemacetan
dalam pengoperasiannya,” jelasnya.
Kecuali itu, ajaklah mereka memelihara, menjaga kebersihan dan
kerapian peralatan komputer dan berbagai perangkat lunaknya dengan baik
No comments:
Post a Comment