Amerika

Saturday, October 12, 2013

KOMPUTER, BIKIN BODOH ATAU PINTAR ?




Belakangan komputer tak cuma orang dewasa. Anak yang masih di tingkat TK _ SD pun sudah mengenal dan menggunakannya. Namun tak semua program aplikasi baik dan pas untuk mereka. Keterlibatan orang tua amat diperlukan untuk mencegah anak terpopulasi dampak negatif kotak ajaib ini.
Revolusi teknologi membuat komputer semakin tambah pintar, kompak, dan mu­dah dipakai. Yang tadinya berukuran segede gajah, kini semakin mengecil. Sampai bisa ditenteng ke mana-mana.
Fungsinya pun semakin me­luas seiring dengan berkem­bangnya temuan-temuan kreatif perangkat lunaknya. Yang se­mula sekadar untuk membantu memecahkan hitung-hitungan rumit kini bisa dipakai untuk olahkata, olahdata, olahgam­bar, dan pangkalan data ber­bagai bidang kehidupan. Termasuk, untuk keperluan pendidikan dan hiburan bagi anak-­anak.
Apalagi dengan munculnya teknologi multimedia (media ganda) interaktif yang sanggup menyajikan tulisan, suara, gam­bar, animasi, dan video secara sekaligus maupun bergantian. Anak-anak makin akrab dengan dunia perangkat canggih yang pada awal dasawarsa ‘80-an masih menjadi barang langka. Kini semakin banyak anak me­lek komputer.
Namun bersamaan dengan itu, pemakaian kotak pintar ini menyimpan efek plus dan mi­nusnya. Dari seminar berjudul “Peran Orang Tua dalam Pe­manfaatan Komputer untuk Pendidikan Anak” yang di­adakan oleh Fak. Psikologi UI dan Majalah Infokomputer di Ja­karta beberapa waktu lalu, muncul ilustrasi bagaimana komputer dengan perangkat lunaknya bisa melahirkan dam­pak tersebut.
“Saya punya murid yang susah diajak aktif dalam prosesbelajar di kelas. Ia terlihat malas dan susah dalam menulis. Pa­dahal anak ini cukup cerdas. Usut punya usut si anak ternyata se­ring berhubungan dengan kom­puter atau setiap hari main kom­puter,” keluh seorang guru SD swasta terkemuka di Jakarta.
Sebaliknya, guru SD lain dari Semarang malah bangga de­ngan beberapa muridnya yang pintar matematika lantaran se­ring belajar dengan bantuan komputer. “Mereka bisa berhitung dengan cepat,” jelasnya, Sang guru pun berkesimpulan peng­gunaan program komputer yang tepat sering kali merangsang anak berpikir cepat.
Dua ilustrasi soal pengaruh penggunaan komputer terhadap anak tadi terke­san berten­tangan. Yang per­tama meng­ungkapkan pengaruh buruk komputer. Sebaliknya, yang kedua malah mengungkapkan manfaatnya. Keduanya, bisa jadi sama-sama benar. Buruk atau baiknya pengaruh iadi amat tergantung bagaimana orang tua atau guru menyia­sati penggunaan komputer.
Tak pakai melotot
Meminjam istilah Prof. Dr. Anti Hakim Nasution, mantan rektor IPB dan pengamat pendi­dikan, komputer itu ibaratnya pisau. Kalau anak tidak dibekali pengetahuan akan fungsi dan pemakaian yang semestinya, di­khawatirkan pisau itu malah akan melukainya.
Orang tua pun perlu me­mahami betul fungsi dan dam­paknya agar anak memper­oleh manfaat sebesar-besar­nya dan mudarat yang seke­cil-kecilnya.
Masuknya komputer dalam proses belajar, menurut Andi Hakim, melahirkan suasana yang menyenangkan karena sianak dapat mengendalikan ke­cepatan belajar sesuai dengan kemampuannya. Lalu gambar dan suara yang muncul membuat anak tidak cepat bo­san, sebaliknya justru merang­sang untuk mengetahui lebih jauh lagi.
“Anak menjadi tekun, se­hingga diharapkan menjadi lebih unggul di bidangnya, le­bih cerdas, lebih kreatif, dan lebih mampu melihat persoalan dari segi lain kini dan masa datang,” tutur Andi Hakim.
Suasana menyenangkan seperti ini jarang dinikmati anak ketika berhadapan de­ngan orang tua, maupun guru dalam belajar. Mengapa? Se­lain bisa jadi karena cara mengajarnya tidak menarik, “Dengan (program) komputer, anak merasa bebas dari amarah,” kata Dra. Psi. Sri Har­tati Suradijono, M.A., Ph.D., dosen Fak. Psikologi UI.
“Kalau komputer yang mene­gur, anak tidak akan tersinggung. Tapi kalau dilakukan ibu­nya mungkin dia tersinggung karena pakai melotot dan nada suaranya tinggi, tambah Prof. Dr. Fawzia Aswin Ha­dis, pakar psikologi perkem­bangan anak.
Kalau anak berbuat salah, bahkan sampai seribu kali pun komputer tidak akan pernah marah dan melotot yang bisa meruntuhkan kepercayaan dan harga diri si anak. Kom­puter biasanya malah mem­beri umpan balik sehingga anak tahu kesalahannya, dan bisa belajar dari kesalahan itu. Dengan demikian anak tidak segan mencoba-coba karena tidak takut berbuat salah.
Perangkat komputer sebenarnya netral. Artinya, mun­culnya pengaruh baik atau buruk akan tergantung pada si pemakai. Misalnya, akan ku­rang baik jika anak seringberlama-lama di depan kom­puter. Kalau ini yang terjadi, perkembangan gerak motorik kasar si anak, menjadi ter­batas. Sebab, waktu yang se­harusnya dipakai untuk mela­kukan kegiatan fisik lainnya, banyak dihabiskan di depan komputer.
Sudah begitu kemampuan­nya bersosialisasi bisa tergang­gu. Celakanya, nilai-nilai moral, kecintaan pada sesama makh­luk hidup, kepedualian sosial, tak dapat dipelajari di sana. “Untuk hal-hal seperti itu yang paling efektif tentu pendidikan dari orang tua,” kata Dra. Karlina Leksono, M.Sc., ibu 2 anak yang juga pembicara da­!am seminar itu.
Karlina lantas menyodorkan kiat yang diperoleh dari penga­lamannya sendiri mencegah anak-anaknya berkutat lama-­lama dengan “mainan” satu ini. Antara lain dengan melakukan tawar-menawar dengan anak soal penggunaan komputer, ter­masuk lamanya “bermain” de­ngan komputer. Akan halnya cara, kiat dalam membimbing, mengawasi, memberikan pema­haman pada anak ada seribu satu macam. Anda tentu bisa menyesuaikan dengan kondisi di rumah.
Jenis aplikasi di pasaran
Di samping soal hubungan antara anak dan komputer, yang perlu mendapat perhati­an ialah pemilihan program atau perangkat lunak. Celaka­nya, di pasaran akan dijumpai beragam program aplikasi pendidikan dan hiburan untuk anak. Namun sebagai gambar­an, program aplikasi tersebut menurut In Saiful B. Ri&,van, dosen Fak. Emu Komputer UI, bisa dikelompokkan dalam 4 golongan berdasarkan tujuan pembuatannya, yakni edu­tainment, games, infotainment, dan interactive movie. Edutainment dirancang khu­sus untuk tujuan pendidikanlpe­ngajaran yang dalam penya­jiannya diramu dengan unsur­unsur entertainment (hiburan) sesuai dengan materinya. Pro­gram ini umumnya mengajar­kan pengetahuan dasar seperti membaca, berhitung, sejarah, geografi, dsb. Contohnya, apli­kasi berjudul ‘Beginning Read­ing” (untuk membaca), “Millies’s Math House”, “Mari Belajar Plus Minus” (berhitung), “Where in the World is Carmen Sandiego” (geografi), atau “The Cregon Trail” (sejarah).
Games dirancang untuk tu­juan permainan dan tidak se­cara khusus diberi muatan yang mengandung aspek pedagogi tertentu. Kalaupun ada tambah­an pengetahuan yang didapat biasanya itu sebagai efek sam­pingan saja.
Aplikasi games masih dike­lompokkan lagi ke dalam jenis adventures (petualangan untuk mencapai tujuan tertentu de­ngan berbagai tantangan), ar­cade (permainan menghadapi objek yang bergerak cepat, “membahayakan”, atau “me­nyerang° pemain), role play (se­perti adventures tapi pemaian ikut jadi salah satu tokohnya), simulation (permainan simulasi tanpa tujuan tertentu dan apa yang ingin dilakukan diserah­kan kepada pemain), dan strat­egy (permainan seperti simulasi dengan tujuan jelas sehingga membutuhkan strategi si pemain).
Jenis games macam inilah yang paling banyak tersedia di pasaran. Contohnya, “King’s Quest” (petualangan), “Street Fighter IP’ (arcade), “Ultima” (role play), “Top Gun” (stimulasi), dan ‘X-Corn” (stragtegi).
Sementara itu infotainment, dirancang untuk keperluan refe­rensi atau penyampaian informasi lengkap tentang suatu to­pik tertentu. Contohnya, “Grolier Multimedia Encyclopedia” “En crata ‘95″. Sedangkan interac­tive movie dirancang memang untuk tujuan hiburan.
Yang menghibur dan mendidik
Persoalannya, tidak semua program aplikasi tersebut me­ngandung unsur pendidikan dan hiburan yang sehat. Harus dipilih lagi, terutama kalau ingin membeli games.
Tak jarang games lebih menonjolkan unsur-unsur se­perti kekerasan dan agresivitas yang dapat mengarah pada perilaku sadistis. Umpamanya, permainan yang menyuguh­kan perkelahian dua jagoan yang berakhir dengan di­penggalnya kepala atau dikoyaknya jantung lawan. Jika dibiarkan terus memainkan games macam itu, anak bisa terbawa pengaruh buruknya yang bersifat destruktif. Karena itu hendaknya diperhatikan betul karakter aktornya mau­pun cara yang dipakai aktor untuk mencapai tujuan.
Meski tujuan sebenarnya just for fun, menurut Saiful, di luar itu tak sedikit games yang potensial untuk dijadikan me­dia pengajaran. Lewat per­mainan simulasi pesawat tem­pur F-16 umpamanya, anak le­luasa mengembangkan imaji­nasi untuk menentukan tuju­annya sendiri.
Jenis edutainment atau courseware yang baik, menu­rut Sri Hartati bersifat indi­vidual. Artinya, anak bisa mengatur kecepatan belajar­nya sesuai dengan kemampu­an, tingkat kesulitan materi yang dipelajari, isi, strategi belajar yang akan dipakai, maupun bentuk penyajian ma­teri. “Jadi motivasi anak bisa ditingkatkan lebih lanjut ka­rena dia merasa tertampung atau sesuai (dengan irama per­mainan itu),” jelasnya.
Program yang mengajarkan konsep atau proses abstrak akan sangat mendukung proses belajar-mengajar. Misalnya tentang proses terjadinya hu­lan, menjadi lebih kongkret d ripada yang dipelajari dari buku atau diajarkan guru di kelas. Lewat program ini anak bahkan bisa mengatur jumlah awan, kelembapan udara, arah angin dsb, sehingga bisa diketahui hujan akan jatuh di mana.
Program aplikasi ensiklope­dia seperti “Grolier Multimedia Encyclopedia” akan memper­luas wawasan pengetahuan tentang banyak hal yang telah atau belum diajarkan di se­kolah. Program ensiklopedia ini disusun dengan konsep hypermedia, teks disusun per topik. Misalnya, anak ingin mengetahui tentang jalak Bali. Ketika sudah ditemukan ha­bitatnya di Bali, ia dapat lang­sung mencari topik lain ten­tang Bali, misalnya letak geografi, budaya, penduduk­nya, dsb.
Ciri lain program yang baik, meningkatkan kemampuan anak belajar mandiri dan me­mecahkan masalah. Dalam pro­gram seperti ini anak “dipaksa” menentukan sendiri apa yang hendak dilakukan, “Secara tidak langsung anak diajari menganalisis, melihat per­masalahan dan alternatif yang merupakan langkah peme­cahan masalah. Karena ada masa,tah, dia harus ambil tin­dakan. Dengan begitu kemam­puan memecahkan masalah meningkat,” kata Sri Hartati.
Sesuai tipe dan umur anak
Dalam hal penggunaan komputer dalam proses bela­jar, orang tua perlu mengenali tipe anak sebagai individu. Menurut kebutuhannya, Sri Hartati membedakan anak atas 4 tipe, yakni anak belum tahu, anak mencari tahu, anak kreatif, dan anak sosial. Anak belum tahu adalah anak yang perlu meningkatkan pengeta­huan dan keterampilan, tapi tidak tahu apa yang perlu dia ketahui dan cara men­dapatkannya. Anak tipe ini pa­ling cocok diberi program be­lajar yang bersifat terstruktur, yang disusun begitu rupa se­hingga langsung memberi informasi.
Anak mencari tahu adalah anak yang sudah tahu apa yang ingin dia cari dan mem­punyai dorongan kuat untuk mencari informasi yang dibu­tuhkan. Program belajar yang bersifat discovery learning pa­ling pas untuk mereka. Se­dangkan tipe anak kreahf sebaiknya diberi fasilitas un­tuk menyalurkan kreativitas­nya melalui kegiatan meiiggambar, menulis, memainkan alat musik, dan sebagainya. Anak sosial yaitu anak yang senang bekerja dalam kelompok atau ingin meluaskan kontak sosial­nya, dapat disodori program yang bersifat kolaboratif atau yang memungkinkan untuk memperluas jaringan per­temanan.
Sementara itu, “Perangkat lunak atau program yang dipilih juga harus cocok dengan usia anak,” tutur Fawzia.
Andi Hakim mencontohkarl program olahkata citau olah­data masih terlalu sulit bagi anak usia balita. Yang lebih pas adalah program pang­kalan data yang dilengkapi suara dan gambar. Komputer pun tidak perlu dilengkapi dengan peralatan multimedia yang mahal.
Dalam bermain dengan komputer, kata Ir. Bambang Yuwono, seorang programmer perangkat lunak pendidikan, biarkan anak mendapat ke­sempatan berpikir, mencoba dan melakukan kesalahan. Jangan terlalu banyak diberi petunjuk dan perintah, apala­gi dipaksa mencapai nilai tertinggi. Biarkan anak melakukan eksplorasi sendiri untuk menernukan hal-hal yang menakjubkan dalam proses belajarnya. “Bimbingan diberikan bi!a anak betul-betul mengalami kemacetan dalam pengope­rasiannya,” jelasnya. Kecuali itu, ajaklah mereka meme­lihara, menjaga kebersihan dan kerapian peralatan kom­puter dan berbagai perangkat lunaknya dengan baik

No comments:

Post a Comment