Berbicara tentang
membangun hubungan berarti berbicara tentang membangun komunikasi. Dalam
berkomunikasi, ada beberapa hal penting yang perlu kita perhatikan, salah
satunya adalah pemilihan kata. Jika pemilihan kata yang digunakan keliru,
orang yang kita ajak berkomunikasi akan enggan untuk membangun hubungan
dengan kita. Ini bukan hanya berlaku dalam ruang lingkup dunia kerja,
melainkan seluruh aspek hidup kita.Lalu, selain pemilihan kata, pemilihan
intonasi yang tepat juga sangat penting. Meskipun kita mempergunakan
kata-kata yang bagus dan menarik, intonasi yang salah akan membuat kata-kata
tersebut memiliki arti yang berbeda.
Etika dalam
membangun hubungan
Ada beberapa etika
yang perlu diperhatikan dalam membina suatu hubungan. Pertama, pastikan kita
mengenali dengan siapa kita sedang berhubungan, karena dengan sendirinya
kata-kata dan intonasi yang kita gunakan akan diselaraskan dengan orang yang
kita ajak berkomunikasi tersebut. Ketika kita bisa mengenali siapa yang kita
ajak berkomunikasi, secara otomatis kemampuan kita untuk membangun hubungan
akan meningkat.Etika yang kedua adalah cara kita melakukan pendekatan. Kadang
kala ada orang-orang yang ingin langsung akrab ketika pertama kali berkenalan
sehingga orang yang diajak bergaul merasa risih (pendekatan dirasa
berlebihan).
Akibatnya, kualitas
hubungan yang diharapkan tidak akan terwujud.Yang ketiga, ketika kita
mengajukan pertanyaan atau lontaran, ajukanlah pertanyaan atau lontaran yang
sesuai dengan kualitas hubungan yang sudah terbangun saat itu. Pertanyaan
yang bersifat pribadi yang dilontarkan kepada orang yang belum terlalu dekat
dengan kita dapat membuat orang yang bersangkutan menarik diri. Ini semua
adalah aspek-aspek yang perlu diperhatikan dalam membangun sebuah hubungan.
Ada orang-orang yang
memang tidak memiliki ‘kamus kosakata' yang cukup luas, sehingga mereka
menjadikan hal tersebut sebagai alasan - sering kali dengan kalimat
"Saya ini ya memang begini". Sebagai akibatnya, kata-kata yang
mereka gunakan sering kali terdengar negatif bagi orang-orang lain yang
diajak berbicara.
Kadang kala hal ini
tidak terlepas dari faktor pendidikan dan lingkungan di mana orang tersebut
dibesarkan. Ada orang-orang tertentu yang celetukan-celetukannya terdengar
kasar bagi orang banyak, tapi ia sendiri tidak menyadarinya. Itu sebabnya
kita perlu mengembangkan wawasan dan cara berpikir kita. Jangan bergaul
dengan orang lain berdasarkan point of view yang kita miliki belaka; kita
juga perlu belajar membangun hubungan dengan orang lain dari point of view
orang yang bersangkutan.Mungkin kita bisa mengajukan pertanyaan ini kepada
diri kita sendiri: "Jika saya melontarkan pernyataan/pertanyaan ini,
apakah orang lain akan merasa ‘terganggu/diserang/dilecehkan/dilukai' oleh
lontaran saya itu?"
Karenanya, pastikan
kita menjadi orang yang senantiasa terbuka dan mau belajar, sehingga kita
memiliki kerelaan untuk berubah. Tanpa berusaha membangun hubungan dengan
orang lain dari point of view orang yang kita ajak bergaul, kita tidak akan
pernah memiliki kualitas hubungan yang baik dengan siapapun, karena
adakalanya point of view yang kita miliki keliru atau dangkal. Membuka diri
untuk mempelajari kultur yang dianut oleh masyarakat luas dan banyak membaca
(sehingga kosakata kita menjadi lebih banyak) adalah hal-hal yang sangat
penting, karena kedua hal ini akan menolong kita dalam membangun hubungan.
Masalah yang sering
terjadi dalam dunia kerja adalah masalah antara atasan dengan bawahan.
Seorang bawahan seharusnya dapat membangun hubungan yang baik/hangat dengan
atasannya tanpa mengurangi rasa respek terhadap si atasan.
Ini kembali mengacu
kepada kemampuan kita untuk bisa mengenali dengan siapa kita sedang berbicara
dan berada di level hubungan manakah kita saat ini. Untuk membangun sebuah
hubungan dibutuhkan waktu, dan kadang kala ada ‘investasi' tertentu yang
perlu kita lakukan.Contoh: Jika kita membangun hubungan pada level formalitas
(di mana pembicaraan hanya berkisar mengenai pekerjaan belaka), kita tidak
akan pernah bisa menjadi lebih akrab dengan atasan kita. Tapi dengan
melakukan investasi waktu atau uang (misalkan kita mengundang atasan untuk
makan siang bersama), kita akan mulai dapat bercakap-cakap di luar topik
pekerjaan. Perbincangan akan menjadi lebih santai dan bervariasi, sehingga
menolong terciptanya sebuah hubungan yang wajar.
Dengan berjalannya
waktu, kedekatan antara pemimpin dan bawahan akan terbangun secara
alamiah.Pada saat yang sama, kita tetap perlu memegang prinsip
keprofesionalan kerja. Saya mendapati, kadang kala ketika seorang bawahan
sudah mulai dekat dengan atasannya, etika antara bawahan dan atasan cenderung
‘memudar' karena si bawahan mulai menganggap atasannya ‘sepadan' dengan
dirinya. Selain itu, seorang bawahan yang mulai dekat dengan atasan biasanya
menjadi sulit untuk menerima koreksi atau teguran dari sang pemimpin.
Akibatnya, kualitas
hubungan yang sudah terbangun justru menjadi rusak karena pemimpin mulai
menarik diri ketika bawahannya melanggar batasan etika yang ada.Jika sebagai
bawahan kita membangun hubungan dengan pemimpin tanpa motivasi tertentu
-kadang kala saya mendapati ada bawahan yang mencoba membangun hubungan
dengan atasannya demi kepentingan terselubung-, kualitas hubungan yang kita
miliki jauh lebih berarti daripada kualitas hubungan seorang bawahan yang
hanya ingin ‘menjilat' pemimpinnya. Ketika kita membangun hubungan dengan
tulus sebagai sahabat tanpa meninggalkan etika keprofesionalan kerja, saya
percaya kualitas hubungan seperti ini jauh lebih berarti. Itu sebabnya, kita
perlu mengenali hingga sejauh mana kita harus membangun hubungan dengan
seorang pemimpin dan bagaimana kita bisa tetap menjaga keprofesionalan kerja.
Meski sudah cukup
dekat, kita tetap harus menyadari bahwa -bagaimanapun juga- seorang pemimpin
berhak untuk menegur dan mengoreksi kita ketika ia menemukan kekurangan atau
kesalahan dalam cara kerja kita.Seorang pemimpin seringkali memiliki mindset
yang berbeda dengan seorang bawahan. Seorang pemimpin juga memiliki
keprofesionalan kerja yang jauh lebih tinggi dari seorang bawahan. Pemimpin
selalu menuntut hasil kerja, sementara bawahan seringkali tidak terlalu
memperhatikan hasil kerja melainkan hak yang bisa mereka dapatkan.
Bergaul dengan
seorang pribadi
Keprofesionalan
kerja harus tetap dijaga, bahkan di luar area atau jam kantor.
Seringkali kita
menganggap apa yang kita lakukan di dalam dan di luar kantor adalah dua hal
yang berbeda. Sesungguhnya hal ini tidak boleh terjadi, karena kita sedang
bergaul dengan seorang pribadi yang sama dan bukan hanya dengan satu jabatan
tertentu. Jika kita bergaul dengan seorang pribadi, artinya kita harus
menghargai orang tersebut karena keberadaannya, bukan karena posisinya.
Demikian pula dengan pemimpin, ia juga harus menghargai bawahannya sebagai
seorang pribadi.
Ketika seorang atasan ingin membangun hubungan yang sehat dengan bawahannya,
ia perlu memposisikan diri sebagai atasan yang tidak bossy. Seorang atasan
yang bossy cenderung untuk mengeksploitasi/memanfaatkan orang-orang yang ada
di bawahnya, sementara seorang atasan yang mengambil posisi untuk memimpin
justru akan menanamkan nilai-nilai yang baik dan sehat, atau -menurut istilah
saya- menjadi ‘sumber input' bagi bawahannya.
Membangun hubungan dengan orang yang pendiam adalah sesuatu yang agak sulit.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan seseorang menjadi pendiam, salah satunya
adalah karena orang tersebut beranggapan "Memang inilah
karakter/pembawaan saya." Yang perlu kita lakukan adalah belajar untuk
menyelami kepribadiannya dan menemukan penyebab ke-diam-annya. Seseorang
dapat menjadi pendiam karena merasa kurang nyaman atau kurang aman,
disebabkan peristiwa-peristiwa negatif yang bersifat traumatis. Jika ia
menjadi pendiam karena faktor insecurity, kita perlu belajar untuk menjadi
‘dekat' dengannya terlebih dahulu. Kita perlu membangun hubungan dan
menginvestasikan waktu untuk bergaul dengannya, dan dengan sendirinya kita
akan bisa ‘masuk' ke dalam hatinya. Ketika ini terjadi, komunikasi dan
hubungan akan bertumbuh secara normal.
Namun jika sifat
pendiam tersebut disebabkan oleh kebiasaan, kita perlu memberikan lontaran
atau pertanyaan yang menuntut penjelasan dari orang tersebut. Memang hal ini
bisa membuat orang yang bersangkutan merasa kurang nyaman, karena orang
pendiam biasanya memiliki kesulitan untuk memunculkan isi hatinya dalam wujud
kata-kata. Jadi, kunci yang paling utama untuk membangun hubungan dengan
orang pendiam adalah menjadi sahabatnya terlebih dahulu -- bisa diterima
olehnya tanpa dicurigai melanggar batasan pribadi yang ia miliki.
Seorang atasan bisa
membangun hubungan dengan bawahannya, bahkan jika usianya lebih muda dari
usia bawahannya.
Secara pribadi, saya
banyak membangun hubungan dengan orang-orang yang jauh lebih tua dari saya.
Tapi karena saya memposisikan diri sebagai pemimpin (dan dia betul-betul
melihat saya sebagai seorang pemimpin), keprofesionalan kerja dapat terjaga
dan orang yang bersangkutan tetap bisa menghargai saya sebagai orang yang
memimpin hidupnya dan layak menerima respek darinya.
Integritas dalam
hubungan
Dalam
menjalin hubungan,
integritas adalah hal yang sangat penting, karena dengan integritas yang
terjaga hubungan yang ada akan tetap sehat. Ketika salah satu pihak gagal
menjaga integritas, pihak lainnya akan merasa dimanipulasi atau dimanfaatkan.
Kadang kala memang ada orang-orang tertentu yang lebih rela mempertaruhkan
(bahkan membuang) integritas demi kesetiakawanan. Satu hal yang pasti, setia
kawan tidak boleh melampaui batasan-batasan kebenaran. Jangan sampai hanya
gara-gara setia kawan, kita justru menghancurkan integritas kita sendiri.
Seorang sahabat yang baik tidak akan menjatuhkan/menjerumuskan sahabatnya
sendiri -apalagi sampai si sahabat kehilangan integritas hidupnya- karena
integritas adalah aspek yang sangat penting dalam dunia kerja dan dunia profesional.
Hidup tanpa integritas tidak ubahnya tubuh yang cacat. Karena itu, jika Anda
mendapati orang yang Anda anggap sebagai sahabat mulai menuntut Anda untuk
meninggalkan integritas, Anda perlu mempertanyakan kualitas persahabatan Anda
dengan orang tersebut.
Sebagai bawahan,
kadang kala kita dilanda kebimbangan jika atasan menyuruh melakukan sesuatu
yang jelas-jelas salah. Contohnya, menggandakan laporan keuangan perusahaan
demi menghindari pajak.
Jawaban atas kasus
ini tidak boleh diberikan kepada satu pihak saja; jawaban ini harus berbicara
kepada kedua belah pihak, baik bawahan ataupun atasan. Kita perlu hidup
berdasarkan prinsip, yaitu prinsip kebenaran. Sebagai pemimpin, saya
mendapati bahwa saat saya menggunakan prinsip kebenaran sebagai patokan standar
kerja, ada banyak keuntungan yang dapat saya nikmati. Sebagai bawahan, jika
kita hidup berdasarkan prinsip kebenaran, ada banyak sekali manfaat yang
dapat diperoleh. Memang akan selalu ada resiko dalam setiap ucapan, tindakan
dan pengambilan keputusan yang kita lakukan. Pertanyaannya, apakah resiko
tersebut akan menuntun kita untuk terus naik, atau justru sebaliknya? Apakah
resiko yang kita ambil akan memberikan keuntungan jangka panjang, atau hanya
keuntungan sesaat? Resiko yang hanya memberi keuntungan sesaat justru akan
menjadi bumerang di kemudian hari, yang meruntuhkan semua hasil kerja yang
sudah bertahun-tahun dibangun dengan jerih lelah dan keringat. Karena itu,
apapun posisi Anda saat ini -- baik sebagai pemimpin maupun karyawan, mari
bangun hidup dan pekerjaan kita dalam prinsip kebenaran. Meski tampaknya
progresifitas kita tidak sesignifikan orang-orang yang memakai cara-cara
kotor, pertumbuhan yang kita alami akan langgeng adanya.
Orang yang membangun
hidup dan karir dengan cara-cara ‘kotor' akan mendapati -pada satu titik
tertentu- semua yang mereka bangun runtuh begitu saja, tetapi kita akan terus
melanjutkan perjalanan dengan sejahtera, dan hasil yang kita nikmati permanen
sifatnya. Oleh sebab itu, jika pemimpin menyuruh Anda melakukan hal-hal yang
melanggar hati nurani, saya menyarankan Anda berbicara kepada pemimpin dan
menyampaikan apa yang ada dalam hati Anda. Jangan langgar hati nurani Anda.
Resiko dimutasi atau dipecat pasti ada, tapi percayalah, ada banyak pemimpin
lain (bahkan perusahaan besar) yang mencari orang yang jujur. Kalau pun kita
kehilangan posisi karena kejujuran kita, yakinlah, Tuhan itu adil dan Ia
tidak akan tinggal diam.
Kalau saat ini Anda sedang mengalami
situasi seperti di atas, lihatlah ini sebagai ‘masa persiapan' untuk
mengalami promosi yang lebih besar -- sama seperti pegas yang semakin ditekan
akan semakin melompat tinggi. Saya percaya itulah yang akan terjadi atas
orang yang membangun hidup di atas dasar kebenaran. Jangan pernah mengkompromikan integritas, dan jangan pernah kompromikan
kebenaran.
Sebuah hubungan akan
selalu memperluas cakrawala dan wawasan kita.
Semakin banyak kita
berteman, semakin banyak kita membangun hubungan dengan orang lain (dalam
kualitas yang lebih baik dari biasanya), kesempatan untuk meraih kesuksesan
juga semakin besar. Karenanya, jangan pernah membatasi diri; bukalah hati
Anda selebar-lebarnya dan milikilah sahabat sebanyak mungkin. Pastikan Anda menjadi
sahabat bagi banyak orang, karena dengan demikian akan ada banyak orang yang
menjadi sahabat bagi Anda. Sahabat akan selalu menjadi orang pertama yang
menolong kita ketika kita membutuhkannya.
|