Saya tertarik sekali dengan suatu acara di TV yang
menayangkan adanya jalinan kerjasama antara pengusaha pemula dengan suatu bank
tertentu. Kebanyakan pengusaha pemula tersebut mengisahkan cerita awal mula
usahanya dari nol hingga kini telah besar dan bisa dikatakan cukup sukses.
Sehingga, kisah suksesnya patut diangkat buat para pemirsa.
Di antara para pengusaha pemula itu ada yang menarik
perhatian saya. Dia sekarang ini sukses sebagai pengusaha di bidang kuliner.
Malahan, usaha tersebut sudah di-franchise-kan.
Total outlet-nya
sekarang sekitar 13 buah. Untuk membuka satu outlet
saja dibutuhkan dana sekitar Rp 450 juta. Sebuah kemajuan yang cukup fantastis.
Dikatakan demikian karena ternyata diketahui bahwa usahanya dimulai dari usaha
jajanan kaki lima.
Dia mengisahkan awal mula usahanya dengan berjualan
gorengan pinggir jalan di suatu kampus. Lantas berkembang menjual kuliner ayam
bakar. Sebelumnya, dia juga bercerita pernah menjadi office boy di suatu
perusasahaan. Tetapi itu dulu, sekarang dia telah menjadi seorang pengusaha
pemula yang sukses. Hingga dia pun dengan senang hati berbagi kiat-kiat
suksesnya.
Pengusaha itu menerapkan tiga hal sederhana yang harus
diperhatikan dalam kaitannya dengan pelanggan, yaitu:
1. Menjaga
mutu.
2.
Memberikan pelayanan
yang baik dan memuaskan pelanggan.
3.
Tetap menjaga hubungan
dengan pelanggan.
Prinsip sederhana
tetapi penting
dalam kehidupan berusaha. Motivasi yang dia terapkan di dalam hidupnya adalah
prinsip kemalasan atau malas. Lho, kok? Dia mengatakan
dia malas kalau jualan hanya kaki lima saja. Lalu, dengan ”kemalasan”-nya atas
kondisi tersebut dia mulai membuka satu outlet.
Kemudian, ”kemalasan” itu datang lagi dan diresponnya dengan membuka tiga outlet. Lalu,
”kemalasan” lainnya datang lagi hingga lagi-lagi direspon dengan membuka hingga
lebih dari sepuluh outlet.
Menurut saya dia harus bersyukur. Dengan ”kemalasannya”
itu sekarang usahanya—walaupun masih tetap di ranah kuliner—tetapi telah
berekspansi ke berbagai jenis makanan. Awalnya dari ayam bakar lalu berkembang
ke bakso, dan yang terkini adalah pecel lele.
Sungguh, saya melihat ”kemalasan” versi si pengusaha
pemula ini telah memaksanya untuk selalu berpikir what next. Dia tidak pernah mengizinkan
dirinya berada di level stagnan dan merasa puas. Itu terlihat dari keberanian
dia mengubah bisnis dari berjualan gorengan yang sifatnya camilan hingga
menjadi ayam bakar yang sifatnya lebih ngenyangin.
Lalu, dia berpikir lagi untuk ekspansi ke varian makanan lainya, dari semula
berjualan ayam bakar ke bakso dan kemudian menjual pecel lele. Ini menunjukkan
bahwa dia tidak takut akan hal baru karena selalu mau lebih maju dan maju lagi.
Dia tetap berusaha meraih yang terbaik bagi dirinya dan
atas semua kemampuan yang dimilikinya. Dia selalu memburu prestasi dan
melakukan inovasi baru untuk memuaskan ”kehidupan usahanya”. Dia juga
berprinsip ATM, bukan Anjungan Tunai Mandiri, tetapi Amati, Tiru, dan
Modifikasi.
Dengan akal, pikiran, dan kemampuan keras dia selalu
berupaya menjadi pribadi yang selalu belajar, belajar, dan terus belajar. Dia
selalu membiarkan dirinya belajar akan hal-hal baru. Dia telah belajar
mengamati usaha apa yang cocok, diminati, dan sesuai dengan kapabilitasnya.
Ditambah lagi karena istrinya juga suka memasak, sehingga dia memilih usaha di
bidang kuliner. Belajar dan terus belajar hingga mencapai ”bentuk terbaik”
sebagai hasil dari upaya kerasnya.
Lalu, pengusaha tersebut pun melakukan proses meniru. Suatu
proses yang terbilang mudah karena sebagai peniru pastilah dia bukan yang
pertama. Jadi, ada suatu contoh sebelumnya dari seorang inventor sehingga dia
langsung dapat menerapkannya. Tetapi, dia berhasil menjadi peniru yang baik,
yang tidak gagal, dan akhirnya lulus menjadi si peniru yang sukses. Hal yang
juga membutuhkan usaha ekstra keras adalah proses modifikasi. Proses tersebut
membutuhkan suatu langkah inovasi dan kreativitas tinggi sehingga mencapai
”hasil akhir” terbaik.
Terakhir adalah cara dia memberikan sedikit wejangan
kepada orang-orang yang mau memulai merintis usaha. Dia mengatakan bahwa dalam
berusaha janganlah kita takut gagal, jangan menginginkan cepat balik modal, dan
sebaiknya terus berkreasi hingga mempunyai ciri khas produk atau usaha yang
diingat oleh pelanggan. Dia juga memaparkan pentingnya melakukan modifikasi
jenis makanan yang disuguhkan ke pelanggan sehingga bisa memiliki bentuk dan
citarasa yang berbeda dengan para kompetitor.
Tidak lupa dia juga mengajarkan kepada para SDM di setiap
outlet-nya
supaya selalu bersikap ramah. Para pelayannya—dengan senyum tulus mereka—selalu
menyuguhkan kalimat monggo
silahkan kepada para tamu yang mampir. Ada juga penciptaan
kalimat-kalimat parodi kreatif di dinding seperti: “Makanan dan minuman yang
telah ditelan tidak dapat ditukar atau dikembalikan”.
Sungguh suatu hal yang membuka pikiran kita. Kita bisa
belajar dari pengalaman orang lain yang mungkin dapat menggugah kita akan suatu
hal baru. Belajar tentang keberanian akan suatu pembaharuan menuju kebaikan dan
kemajuan. Kita dapat belajar di setiap waktu dan kondisi kehidupan.
Ada perbedaan respon orang-orang terhadap kondisi “susah”
yang mereka alami. Ada yang merasa nyaman-nyaman saja dengan kondisi tersebut
karena merasa itu sudah nasib atau takdir. Lalu, kehidupan menjadi “datar” saja
bagi mereka. Tidak tahu manakah yang nasib dan takdir serta mana yang aslinya
adalah kemalasan. Tidak ada ”pergolakan” yang menggairahkan kehidupannya.
Saya jadi ingat kutipan ucapan Andrie Wongso, sang Motivator
No 1 itu, “Jika kita lunak terhadap diri kita,
maka kehidupan akan keras kepada kita. Dan jika kita keras terhadap diri kita,
maka kehidupan akan lunak kepada kita.”
Ada juga yang merasa “malas dan muak” dengan kondisi
hidup susah tetapi tanpa “upaya” dan kemudian menjadi frustrasi. Bahkan,
orang-orang itu bisa saja ”terpeleset” sehingga melakukan hal yang tidak baik.
Yang terakhir adalah orang-orang yang ”malas dan muak”
dengan kondisi yang dihadapinya karena tentu saja menganggap “susah” itu tidak
nyaman. Lalu, mereka mengubah ketidaknyamanan tersebut menjadi suatu kenyamanan
dalam segala hal, bukan hanya skala materi saja. Kita bertanya kepada diri
sendiri, termasuk yang manakah kita? Malas ah
jadi orang susah!
No comments:
Post a Comment