Amerika

Sunday, September 21, 2014

Tips Sederhana Jadi Pengusaha Sukses



 


Saya tertarik sekali dengan suatu acara di TV yang menayangkan adanya jalinan kerjasama antara pengusaha pemula dengan suatu bank tertentu. Kebanyakan pengusaha pemula tersebut mengisahkan cerita awal mula usahanya dari nol hingga kini telah besar dan bisa dikatakan cukup sukses. Sehingga, kisah suksesnya patut diangkat buat para pemirsa.
Di antara para pengusaha pemula itu ada yang menarik perhatian saya. Dia sekarang ini sukses sebagai pengusaha di bidang kuliner. Malahan, usaha tersebut sudah di-franchise-kan. Total outlet-nya sekarang sekitar 13 buah. Untuk membuka satu outlet saja dibutuhkan dana sekitar Rp 450 juta. Sebuah kemajuan yang cukup fantastis. Dikatakan demikian karena ternyata diketahui bahwa usahanya dimulai dari usaha jajanan kaki lima.
Dia mengisahkan awal mula usahanya dengan berjualan gorengan pinggir jalan di suatu kampus. Lantas berkembang menjual kuliner ayam bakar. Sebelumnya, dia juga bercerita pernah menjadi office boy di suatu perusasahaan. Tetapi itu dulu, sekarang dia telah menjadi seorang pengusaha pemula yang sukses. Hingga dia pun dengan senang hati berbagi kiat-kiat suksesnya.
Pengusaha itu menerapkan tiga hal sederhana yang harus diperhatikan dalam kaitannya dengan pelanggan, yaitu:
1.   Menjaga mutu.
2.   Memberikan pelayanan yang baik dan memuaskan pelanggan.
3.   Tetap menjaga hubungan dengan pelanggan.
Prinsip sederhana tetapi penting dalam kehidupan berusaha. Motivasi yang dia terapkan di dalam hidupnya adalah prinsip kemalasan atau malas. Lho, kok? Dia mengatakan dia malas kalau jualan hanya kaki lima saja. Lalu, dengan ”kemalasan”-nya atas kondisi tersebut dia mulai membuka satu outlet. Kemudian, ”kemalasan” itu datang lagi dan diresponnya dengan membuka tiga outlet. Lalu, ”kemalasan” lainnya datang lagi hingga lagi-lagi direspon dengan membuka hingga lebih dari sepuluh outlet.
Menurut saya dia harus bersyukur. Dengan ”kemalasannya” itu sekarang usahanya—walaupun masih tetap di ranah kuliner—tetapi telah berekspansi ke berbagai jenis makanan. Awalnya dari ayam bakar lalu berkembang ke bakso, dan yang terkini adalah pecel lele.
Sungguh, saya melihat ”kemalasan” versi si pengusaha pemula ini telah memaksanya untuk selalu berpikir what next. Dia tidak pernah mengizinkan dirinya berada di level stagnan dan merasa puas. Itu terlihat dari keberanian dia mengubah bisnis dari berjualan gorengan yang sifatnya camilan hingga menjadi ayam bakar yang sifatnya lebih ngenyangin. Lalu, dia berpikir lagi untuk ekspansi ke varian makanan lainya, dari semula berjualan ayam bakar ke bakso dan kemudian menjual pecel lele. Ini menunjukkan bahwa dia tidak takut akan hal baru karena selalu mau lebih maju dan maju lagi.
Dia tetap berusaha meraih yang terbaik bagi dirinya dan atas semua kemampuan yang dimilikinya. Dia selalu memburu prestasi dan melakukan inovasi baru untuk memuaskan ”kehidupan usahanya”. Dia juga berprinsip ATM, bukan Anjungan Tunai Mandiri, tetapi Amati, Tiru, dan Modifikasi.
Dengan akal, pikiran, dan kemampuan keras dia selalu berupaya menjadi pribadi yang selalu belajar, belajar, dan terus belajar. Dia selalu membiarkan dirinya belajar akan hal-hal baru. Dia telah belajar mengamati usaha apa yang cocok, diminati, dan sesuai dengan kapabilitasnya. Ditambah lagi karena istrinya juga suka memasak, sehingga dia memilih usaha di bidang kuliner. Belajar dan terus belajar hingga mencapai ”bentuk terbaik” sebagai hasil dari upaya kerasnya.
Lalu, pengusaha tersebut pun melakukan proses meniru. Suatu proses yang terbilang mudah karena sebagai peniru pastilah dia bukan yang pertama. Jadi, ada suatu contoh sebelumnya dari seorang inventor sehingga dia langsung dapat menerapkannya. Tetapi, dia berhasil menjadi peniru yang baik, yang tidak gagal, dan akhirnya lulus menjadi si peniru yang sukses. Hal yang juga membutuhkan usaha ekstra keras adalah proses modifikasi. Proses tersebut membutuhkan suatu langkah inovasi dan kreativitas tinggi sehingga mencapai ”hasil akhir” terbaik.
Terakhir adalah cara dia memberikan sedikit wejangan kepada orang-orang yang mau memulai merintis usaha. Dia mengatakan bahwa dalam berusaha janganlah kita takut gagal, jangan menginginkan cepat balik modal, dan sebaiknya terus berkreasi hingga mempunyai ciri khas produk atau usaha yang diingat oleh pelanggan. Dia juga memaparkan pentingnya melakukan modifikasi jenis makanan yang disuguhkan ke pelanggan sehingga bisa memiliki bentuk dan citarasa yang berbeda dengan para kompetitor.
Tidak lupa dia juga mengajarkan kepada para SDM di setiap outlet-nya supaya selalu bersikap ramah. Para pelayannya—dengan senyum tulus mereka—selalu menyuguhkan kalimat monggo silahkan kepada para tamu yang mampir. Ada juga penciptaan kalimat-kalimat parodi kreatif di dinding seperti: “Makanan dan minuman yang telah ditelan tidak dapat ditukar atau dikembalikan”.
Sungguh suatu hal yang membuka pikiran kita. Kita bisa belajar dari pengalaman orang lain yang mungkin dapat menggugah kita akan suatu hal baru. Belajar tentang keberanian akan suatu pembaharuan menuju kebaikan dan kemajuan. Kita dapat belajar di setiap waktu dan kondisi kehidupan.
Ada perbedaan respon orang-orang terhadap kondisi “susah” yang mereka alami. Ada yang merasa nyaman-nyaman saja dengan kondisi tersebut karena merasa itu sudah nasib atau takdir. Lalu, kehidupan menjadi “datar” saja bagi mereka. Tidak tahu manakah yang nasib dan takdir serta mana yang aslinya adalah kemalasan. Tidak ada ”pergolakan” yang menggairahkan kehidupannya.
Saya jadi ingat kutipan ucapan Andrie Wongso, sang Motivator No 1 itu, “Jika kita lunak terhadap diri kita, maka kehidupan akan keras kepada kita. Dan jika kita keras terhadap diri kita, maka kehidupan akan lunak kepada kita.”
Ada juga yang merasa “malas dan muak” dengan kondisi hidup susah tetapi tanpa “upaya” dan kemudian menjadi frustrasi. Bahkan, orang-orang itu bisa saja ”terpeleset” sehingga melakukan hal yang tidak baik.
Yang terakhir adalah orang-orang yang ”malas dan muak” dengan kondisi yang dihadapinya karena tentu saja menganggap “susah” itu tidak nyaman. Lalu, mereka mengubah ketidaknyamanan tersebut menjadi suatu kenyamanan dalam segala hal, bukan hanya skala materi saja. Kita bertanya kepada diri sendiri, termasuk yang manakah kita? Malas ah jadi orang susah!

No comments:

Post a Comment