
Pada
tulisan sebelumnya sudah digarisbawahi bahwa untuk menjadi pede kita harus mampu
melihat diri sendiri apa adanya, harus bijak memosisikan diri sendiri maupun
orang lain, dan mampu menerjemahkan lingkungan sewajarnya. Kemampuan kita
melihat diri sendiri secara manusiawi akan menempatkan diri kita maupun orang
lain serta lingkungan ke dalam porsi yang benar. Hal tersebut akan melandasi kita supaya bisa pede dengan wajar, tanpa dibuat-buat.
Namun, pede
secara umum (in general
situation) tidak menjamin akan pede
pula saat harus berbicara di depan umum (public
speaking). Mengapa demikian? Karena adanya unsur gangguan fisik dan
gangguan mental dalam berbicara di depan umum.
Keadaan tidak pede
saat berbicara didepan umum akan mengundang gangguan fisik maupun gangguan
mental. Gangguan fisik dapat berupa tiba-tiba merasa gatal, gemetar, jantung
berdebar keras, berkeringat yang tidak wajar, tangan dingin, suara parau bahkan
tidak keluar, tenggorokan kering, kaki rasanya lemas, perut mulas, dan selalu
ingin buang air kecil. Gangguan fisik ini kalau tidak berhasil kita atasi akan
semakin membuat kita down,
semakin tidak pede.
Gangguan fisik harus kita atasi secara fisik pula.
Caranya adalah dengan mengambil napas dalam-dalam dan menghembuskannya
pelan-pelan. Ini tidak harus dilakukan di ruang tempat kita berbicara, tetapi
bisa dilakukan di luar gedung. Selanjutnya adalah kita harus mencoba tersenyum
saat menarik napas maupun menghembuskan napas, sembari mengendurkan syaraf yang
tegang. Saat kita tersenyum, syaraf akan terpancing untuk mengendur. Lakukan
beberapa kali sampai kita merasa relaks.
Teknik lain untuk mengatasi gangguan fisik adalah dengan
cara memberikan kejutan pada tubuh kita. Ini bisa kita lakukan dengan melompat
yang tinggi kalau perlu sambil berteriak keras, saling menggenggam erat antara
tangan kanan dan tangan kiri, atau membuat gerakan ekstrim yang membuat seolah
badan kita tersengat. Malu dong
melakukan gerakan kejutan di depan umum? Jangan khawatir. Ini ada triknya. Kita
justru bisa mengajak peserta (audience)
untuk melakukan bersama sama kita. Pernahkah Anda menjumpai pembicara yang
mengajak peserta berjingkrak-jingkrak bersama sambil berteriak? Nah, ini adalah
salah satu cara supaya kita memiliki kesempatan untuk menciptakan kejutan bagi
fisik kita. Dengan cara ini peserta maupun pembicara menjadi lebih relaks.
Gangguan lain yang akan muncul saat kita tidak pede untuk berbicara di
depan umum adalah gangguan mental. Gangguan mental muncul dalam bentuk perasaan
khawatir secara berlebihan, grogi, minder, merasa akan diterkam oleh peserta,
merasa disepelekan, merasa kecil, merasa bodoh, merasa kurang siap, dan
perasaan-perasaan negatif lainnya. Gangguan mental ini juga harus kita atasi
dengan menggunakan pendekatan mental pula.
Salah satu teknik yang bisa kita gunakan untuk mengatasi
gangguan mental adalah dengan membuat keputusan kepada diri sendiri untuk tidak
khawatir, tidak grogi, tidak minder, dan sebagainya. Perintahkan diri sendiri
untuk tidak khawatir. Katakan dalam hati dengan lembut pada diri sendiri bahwa
kita tidak perlu khawatir karena situasi akan membaik dan memihak pada kita. “Don’t worry, you will be fine.”
Katakan berulang-ulang. Hipnosis diri sendiri. Kondisikan hati kita akan menerima saran baik dari kita sendiri. Lakukan
lagi sampai kita merasa lebih baik.
Gangguan mental dapat pula kita atasi dengan cara
melakukan reposisi pada diri sendiri maupun orang lain. Caranya adalah dengan
memberikan posisi yang serba positif kepada peserta. Posisikan peserta sebagai
pemaaf, orang yang menyenangkan, penuh pengertian, dan akan memberikan
perhatian pada acara ini. Cara ini akan efektif karena saat kita grogi
misalnya, karena ada peserta yang lebih tinggi pangkatnya atau lebih hebat
gelarnya, adalah posisi yang kita pilih untuk diri sendiri. Saat itu kita
memosisikan sebagai lebih rendah maka mereka menjadi tampak lebih tinggi.
Di sini perlu kearifan untuk menempatkan segala sesuatu
pada porsi yang semestinya. Apa sih
salahnya kalau ada peserta yang memiliki gelar lebih hebat dari pada pembicara?
Apa pula salah pembicara kalau pangkatnya lebih rendah dari pada peserta?
Posisikan diri sendiri maupun orang lain pada porsi yang wajar, maka kita akan
mampu mengatasi gangguan mental.
Teknik lain untuk mengatasi gangguan mental adalah dengan
cara yang disebut unfreezing,
atau mencairkan kebekuan. Ini bisa kita lakukan dengan cara melakukan
komunikasi awal dengan peserta. Kita bisa menanyakan sesuatu yang ringan-ringan
saja yang untuk menjawab mereka tidak perlu berpikir keras. Misalnya kita
menanyakan, “Siapa yang hadir di sini yang ingin kaya?” Mintalah mereka
mengangkat tangan apabila ingin kaya. Pertanyaan seperti ini tentunya memiliki
jawaban pasti karena semua orang ingin kaya. Tetapi, dengan kita tanyakan
kepada peserta kita memiliki kesempatan untuk berinteraksi. Interaksi ini akan
mencairkan suasana sehingga gangguan mental bisa kita atasi. Tentu saja
pertanyaan yang kita ajukan harus ada hubungannya dengan topik yang akan kita
sampaikan. Kalau kita sedang berbicara tentang kesehatan kita bisa menanyakan
“Siapa di antara yang hadir di sini yang ingin sehat?”
Haruskah unfreezing
dilakukan dengan bertanya? Tidak. Kita bisa juga melakukan unfreezing dengan
menyapa peserta yang kita kenal, memuji baju yang dikenakan salah satu atau
beberapa peserta, menyampaikan kata-kata bijak yang sesuai topik, dan kemudian
menanyakan kepada peserta setuju atau tidak dengan kata-kata bijak tersebut.
Atau cara-cara lain, yang penting kita bisa membuka interaksi dengan peserta
agar kebekuan bisa cair.
Unfreezing bisa juga
dilakukan dengan bertanya kepada peserta suatu pertanyaan yang sudah kita atur
jawabannya. Misalnya, apabila ditanya apa kabar, mereka harus menjawab “luar
biasa”, “fantastik”, “super”, dan jawaban lain yang membangkitkan semangat.
Ada pula yang mengatasi gangguan mental dengan cara
humor, yaitu dengan memberikan sentuhan jenaka bagi peserta yang membuat kita
grogi. Cara ini bukan berarti kita harus melucu, tetapi kita membayangkan
mereka dalam posisi lucu sehingga kita bisa tertawa dalam hati. Misalnya,
peserta yang matanya besar kita bayangkan bahwa matanya lebih besar lagi, lebih
bulat, seperti mata Bagong, tokoh pewayangan yang selalu melucu. Peserta yang
berjenggot kita bayangkan seperti seekor kambing, dan seterusnya.
Ini
memang butuh kreativitas. Membayangkan wajah jelek dan lucu tidaklah mudah.
Dalam training public
speaking, untuk mendapatkan gambaran tentang wajah jelek dan lucu
saya sering minta kepada peserta untuk berekspresi yang sejelek mungkin dan
kemudian selucu mungkin. Peserta lain mengamati sehingga peserta memiliki inventory bayangan wajah
jelek dan lucu. Inventory
ini akan berguna dikemudian hari saat mereka harus mendapatkan sisi lucu dari
peserta. Tertarik untuk mencoba? Silakan. Asyik juga cara ini
No comments:
Post a Comment