Setiap tahun tentunya kita selalu
memperingati hari ulang tahun. Bagi mereka, siapa pun yang sedang memperingati
ulang tahun, lagu-lagu “Happy Birthday to You” atau “Panjang Umurnya” tak akan
terlewat begitu saja sebelum meniup lilin-lilin yang berdiri tegak di atas cake.
Seminggu yang
lalu, beberapa hari sebelum ulang tahun saya tiba, pesan utama yang saya
utarakan kepada sang suami adalah agar ia tak perlu repot-repot membeli hadiah
spesial untuk saya. Meskipun saya mengetahui, bahwa sebenarnya usaha saya itu
pun akan sia-sia belaka. Apa pun alasan saya, saya yakin ia pun masih akan
tetap memberikan sebuah hadiah ulang tahun kepada saya.
Setiap menjelang
ulang tahun tiba, saya selalu merenungkan sejenak bagaimana saat saya lahir ke
dunia ini. Dari beberapa cerita yang saya dengar, baik dari Bapak dan keluarga
dari pihak Ibu saya mengatakan, bahwa saya terlahir dengan ukuran bayi yang
sangat kecil, yaitu hanya seberat 2,2 kg. Bayangkan! Saat itu, menurut cerita
mereka, Indonesia masih belum memiliki alat pembantu khusus (inkubator) untuk
bayi-bayi yang lahir dengan ukuran kecil. Sehingga, mereka hanya melakukan blonyohan
(mengolesi) minyak di sekujur tubuh saya dalam beberapa bulan dari awal kelahiran
saya. Katanya sih
sebagai pengganti proses tersebut. Tidak tahu apakah itu benar bila dipandang
dari segi medical,
tetapi nyatanya, saya berhasil tumbuh dan berkembang dengan sangat baik hingga
dewasa. Dan, saya pun telah dikarunia seorang putri, buah cinta dari perkawinan
saya dengan seseorang berwarga negara Amerika.
Saya kembali
merenung, bagaimana keadaan saya waktu itu. Mereka bercerita, kalau mereka
tidak tega saat melihat saya sewaktu bayi. Ukuran baju yang telah mereka
sediakan pun tampak kebesaran di badan saya waktu itu. Sekarang setelah usia
hampir berkepala empat, tubuh saya pun masih terlihat mungil. Seorang dokter di
AS pernah mengatakan, bahwa saya adalah seorang pasiennya yang terkecil yang
pernah ditanganinya selama bertahun-tahun. Dia pun bersyukur bahwa ternyata
saya melahirkan dengan C-section
(operasi cesar) karena posisi diagonal si jabang bayi, yang mana kondisi kepala
di sebelah kanan atas dan kaki di sebelah kiri bawah. Seharusnya, posisi kepala
berada di bagian bawah dan kaki di bagian atas. Kalau tidak melalui C-section, ia
merasa khawatir, saya akan menemukan kesulitan dalam proses melahirkan bayi
saya. Karena, dia yakin persentase tinggi si bayi ini pasti berukuran tidak
kecil, mengingat suami saya memiliki postur tubuh sebagaimana orang-orang AS,
tinggi dan besar.
Renungan
terakhir menjelang ulang tahun saya adalah semakin bertambah usia, maka semakin
berkuranglah usia saya untuk hidup di dunia ini. Mengingat semua itu, kembali
saya terpanggil untuk mengingat apa hal yang baik atau terbaik dan berguna atau
bermanfaat yang telah saya berikan atau bagikan kepada sesama, terutama linkup
terkecil dan utama/pertama, yaitu keluarga sendiri. Itu semua tentu mengarah
kepada eksistensi kita sebagai manusia, apakah berguna bagi sesama kita.
Saya merenungkan
kembali malam itu. Ternyata, saya akui bahwa selama kita hidup di dunia, kita
akan selalu dikenang oleh sesama. Baik itu oleh keluarga, sanak famili, para
sahabat, rekan-rekan sejawat, dan lain-lain, apakah kita telah melakukan
hal-hal yang baik ataupun sebaliknya. Apabila kita telah terlabel, bahwa kita
banyak melakukan hal-hal yang baik, maka kita akan dikenang jasa-jasa baik
kita. Misalnya, sebagai seorang penulis pemberi inspirasi; seorang dokter yang
murah hati dan tidak berorientasi terhadap apa yang diterimanya saja; seorang
guru yang tidak menjual keprofesioanalannya demi mendapatkan tambahan income, dan
sejenisnya.
Sebaliknya,
apabila kita sering melakukan hal-hal yang tidak baik, misalnya terkenal
sebagai pencuri, perampok, salah satu koruptor negara, dan sejenisnya, maka
kita pun akan dikenang dengan label tersebut. Manakah yang Anda pilih? Anda dikenang dengan jasa-jasa baik
ataukah dikenang oleh karena telah melakukan hal-hal yang tidak berkenan? Saya
yakin Anda akan memilih pilihan yang pertama, yaitu sebagai seseorang yang
dikenang oleh karena jasa-jasa baik yang telah dilakukan.
Malam itu pun
pikiran saya teringat akan keluarga di Indonesia. Merayakan ulang tahun
bukanlah hal yang biasa dilakukan oleh keluarga saya. Biasa-biasa saja, hampir
tak ada tanda untuk hari spesial itu bagi masing-masing anggota keluarga,
selain ucapan selamat. Paling tidak, saya ditodong oleh rekan-rekan di tempat
kerja atau teman-teman dekat untuk memberi traktiran.
Terkadang ada juga yang memberi sebuah kado atau selembar kartu ucapan, atau
sebuah ucapan saja, itu semua saya hargai, karena merupakan suatu bentuk
perhatian khusus yang mereka berikan kepada saya secara pribadi.
Setelah
perkawinan saya di AS, ternyata perayaan ulang tahun telah menjadi tradisi di
pihak keluarga suami saya. Meskipun hanya berupa sebuah cake, dan sebuah
hadiah, setiap ulang tahun dari masing–masing anggota keluarga tiba, pasti akan
dirayakan walaupun hanya dihadiri oleh anggota keluarga sendiri. Jadi, saya
merasa usaha untuk meminta suami saya agar tidak memberikan saya sebuah hadiah,
pasti akan sia-sia belaka. Dia akan mencari tahu sendiri kira-kira benda apa
yang sedang saya butuhkan saat ini, sehingga ia akan membelikannya sebagai kado
ulang tahun.
Waktu telah
menunjukkan pukul 11.30 malam waktu di tempat saya. Mata saya masih tetap kuat
bertahan, namun tubuh saya sudah mulai tampak lelah. Karena itu, rasanya ingin
rebah saja di atas tempat tidur. Menjelang menit-menit ulang tahun saya tiba,
saya berdoa dalam hati, kiranya saya hadir ke dunia boleh menjadi berkat untuk
sesama, baik itu untuk keluarga sendiri, para sahabat, rekan-rekan sejawat dan
sekerja, offline
maupun online,
baik itu melalui tingkah laku/sikap, perkataan, pikiran, maupun tulisan-tulisan
saya.
Akhirnya, saya
pun terlelap. Saat bangun di pagi hari, tiga buah mawar merah dan sebuah kartu
menyambut pagi indah saya. Ternyata ada satu lembar
uang cash
di dalam kartu. Suami saya berkata, “Buy
a very nice thing for yourself!” Malam itu juga saya membeli sebuah
baju yang sederhana, tetapi tampak indah dan semampai di tubuh saya. Suami dan
si kecil pun menyukainya. Senang rasanya saya dapat menuruti permintaannya.
Saya berpesan lagi kepadanya, agar tidak ada lagi hadiah untuk saya pada hari
Minggu (15 Februari 2009), yang mana suami punya rencana untuk merayakan ulang
tahun saya yang akan dihadiri oleh anggota-anggota keluarga lainnya.
Sekali lagi
pesan saya tidak mempan juga. Hari Minggu pagi sebelum saya berangkat ke
gereja, di atas tempat tidur—dengan mata yang masih berat untuk dibuka—suami
saya menghampiri dan membangunkan saya sambil memberi sebuah bungkusan. Dia berkata, “Happy
Birthday! One Birthday present for you.” Saya pun terjaga dan
terbangun. “Gateway”
adalah sebuah tulisan pertama dalam pembungkus kotak tersebut yang saya baca. “Oh my God!” begitu
saya berucap dalam hati saya. Sebuah notebook
yang telah saya incar selama ini dan saya sudah siap untuk membelinya dengan
uang hasil jerih payah sendiri, ternyata kini sudah berada di depan mata saya. Kemudian saya bangkit dan menghampirinya,
memeluknya dan mengucapkan terima kasih.
Ternyata dia
memang mengetahuinya, bahwa saat ini saya sedang memerlukan sebuah notebook, agar saya
dapat menemani si kecil ke mana-mana tanpa meninggalkan jadwal online saya yang
kian padat.
Semua hal-hal
tersebut yang telah saya ceritakan di atas mengekspresikan, bahwa ulang tahun
merupakan hari yang spesial bagi kita masing-masing untuk merenungkan arti
hidup kita, yang semakin hari semakin bertambah tua. Apa yang telah kita perbuat
untuk sesama dan keluarga, negara Tanah Air kita? Menerima dan menikmati berkat
dari mereka yang menyayangi/mencintai kita melalui apa-apa yang telah diterima.
Dapatkah kita memanfaatkannya untuk berbagi kepada sesama? Kadangkala kita
melupakan hal ini karena umumnya yang kita ingat hanya bagaimana kita akan
merayakan ulang tahun kita, masakan/menu apa yang akan kita hidangkan untuk
perayaan ulang tahun tersebut, siapa-siapa saja tamu yang akan diundang,
dirayakan di mana; di restaurant
sederhana atau di hotel berbintang lima, dan sebagainya.
Saat akan
mengakhiri tulisan ini, sebuah kartu ulang tahun dari sang suami masih
tergeletak di samping saya. Memang,
saya sangat menyukai bait-bait puisi yang tertera di dalamnya. Dua buah kalimat paling akhir tertera
demikian:
You
bring so much joy to my life
just
by being the beautiful,
caring
person you are.
I’m
very lucky man to have you
For
my wife
HAPPY
BIRTHDAY
No comments:
Post a Comment