(Kemudian apabila kamu telah
membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesengguhnya Allah
menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya) QS Ali ‘Imran 159
Banyak di antara kita tidak yakin ketika akan mengambil keputusan, sehingga
gelisah, bingung dan ragu. Dan akhirnya dia selalu berada dalam tertekan
dan pusing berkepanjangan. Adalah kewajiban seorang hamba untuk
selalu bermusyawarah atau beristikharah kepada Allah. Kemudian merenung
sebentar, setelah itu jika kemudian dia merasakan ada sesuatu yang menurutnya
paling tepat, majulah dan jangan ragu-ragu. Sekarang bulatkan tekad, tawakkal,
dan mantapkan hati, agar hidup ragu-ragu dan bimbang cepat berakhir.
Sebelum
perang Uhud, Rasulullah berdiri di depan mimbar memimpin musyawarah. Para
sahabat merekomendasikan agar Rasulullah turun langsung ke medan perang-
Maka Rasulullah Segera memakai baju perang dan mengambil pedang. Tapi
rekomendasi sahabat itu justeru membuat mereka kekok sendiri, sehingga harus
meyakinkan kepada Rasulullah,“Apakah kami telah membuatmu tidak suka wahai
Rasulullah? Bagaimana kalau engkau tinggal di Madinah saja?“Rasulullah
menjawab,“Tak pantas bagi seorang Nabi jika dia telah memakai baju perangnya
untuk melepaskannya kembali hingga Allah menentukan apa yang akan terjadi
antara dia dengan musuhnya.“ Rasulullah keluar dengan semangat yang tinggi.
Rasulullah
juga bermusyawarah dengan para sahabatnya pada saat perang Badr:
(Dan, bermusyawarahlah dengan
mereka dalam urusan itu) QS Ali ‚Imran :159
(Sedang urusan mereka
(diputuskan) dengan musyawarah) QS Asy-Syura :38
Sikap ragu-ragu adalah ketidakberesan dalam melihat sebuah
permasalahan, semangat yang lemah, ketidakbulatan tekad, kegigihan yang tak ada
ubatnya kecuali dengan ketekadan, perbuatan, dan keteguhan hati. Banyak
kes yang menjelaskan bahawa keputusan-keputusan kecil dan permasalahan enteng
harus maju mundur tak pernah selesai selama bertahun-tahun. Hal ini boleh
diterka bahawa faktor orang nyalah yang harus dibenahi. Mereka selalu
ragu dan tidak punya keteguhan hati untuk mengambil keputusan, yang boleh jadi
kerana faktor dalam dirinya atau faktor luar.
Mereka memberi jalan kepada kegagalan untuk menyatu
dengan jiwa mereka, dan ternyata mereka berhasil.
Yang harus dilakukan setelah mempelajari kenyataan adalah
memikirkan permasalahan itu, bertukar pendapat dengan orang yang bijaksana dan
berpengalaman, beristikharahlah kepada Rabb semesta, berjalan ke depan
menghadapi masalah, dan menyelesaikan yang sudah ada di depan mata terlebih
dahulu.
Abu Bakar Ash-Shiddiq juga bermusyawarah dengan para
sahabat terlebih dahulu sebelum menentukan sikap, apakah akan memerangi
orang-orang yang murtad atau tidak. Para sahabatpun merekomendasikan
untuk tidak memerangi mereka. Tapi Abu Bakar lebih memilih perang dengan
pertimbangan bahawa dengan perang akan nampak kebesaran Islam, menangkas
benih-benih fitnah yang akan muncul berikutnya, dan menekan kelompok-kelompok
yang potensi akan keluar dari kesucian agama. Cahaya Allah yang
diterimanya pada waktu tidur menguatkan pendapatnya bahawa perang lebih
baik. Maka Abu Bakar pun membulatkan tekadnya dan bersumpah,“Dan demi
Dzat Yang Jiwaku ada di tangan-Nya, saya akan perangi orang yang membezakan
antara shalat dengan zakat. Demi Allah, seandainya mereka tidak mahu
menyerahkan tali kepala yang pernah mereka berikan kepada Rasulullah, nescaya
aku akan perangi mereka.“
Setelah peristiwa itu selesai Umar mengatakan,“ ketika
saya menyedari bahawa Allah telah membukakan hati Abu Bakar, saya tahu bahawa
apa yang telah dia lakukan adalah benar. “buktinya, Abu Bakar jalan terus
dengan pendapatnya, dan berhasil. Pendapatnya memang benar, tanpa
pura-pura dan penyimpangan apapun.
Sampai bila kita terus goyah? Sampai bila kita berjalan
ditempat? Dan sampai bila kita terus ragu untuk mengambil keputusan Jika punya
pendapat, maka kuatkan tekadmu itu,
Pendapat itu akan hancur ketika kamu ragu
Menggagalkan rencana yang sudah setengah jalan adalah
kebiasaan orang munafik dengan selalu mempertanyakan lagi rencana yang sudah
dijalankan dan mempertanyakan lagi rencana-rencana yang masih akan diambil.
(Dan,
jika mereka berangkat bersama-sama kamu, nescaya mereka tidak menambah kamu
selain kesusahan belaka) QS. At-Taubah :47
(Orang-orang
yang mengatakan kepada saudara-saudaranya dan mereka tidak turut pergi
berperang:“Sekiranya mereka mengikuti kita, tentulah mereka tidak
terbunuh.“Katakanlah: Tolaklah kematian itu dari dirimu, jika kamu orang-orang
yang benar“) QS. Ali Imran :168
Mereka selalu mengatakan “seandainya“, …akan jadi begini
jika begini“, dan “bisa jadi“. Nampaknya, kehidupan mereka pun berdiri di
atas pengandaian, di atas langkah yang maju mundur, dan ketidakjelasan.
(Mereka
dalam keadaan ragu-ragu antara yang demikian (iman dan kafir): tidak masuk pada
golongan ini (orang-orang beriman) dan tidak (pula) kepada golongan ini
(orang-orang kafir).) QS. An Nisa :143
Sesekali
mereka bersama kita dan lain kali bersama mereka, kadang-kadang di sini dan
kadang-kadang di sana.
Disebutkan dalam hadits “laksana
domba-domba yang banyak yang berada di antara dua kawanan kambing.“ Dan
pada saat tersepit mereka akan mengatakan (sekiranya
kami mengetahui akan terjadi peperangan, tentulah kami mengikuti kamu) QS.
Ali ’Imran: 167)
Dengan
mengatakan seperti itu sebenarnya mereka tidak jujur kepada Allah dan kepada
diri mereka sendiri, mereka menghindari masa-masa susah dan akan datang ketika
keadaan mulai membaik.
Keputusan yang mereka ambil adalah keputusan ke arah kegagalan dan
kesengsaraan. Mereka berkata dalöam surat Al Ahzab: 13 :
(Sesungguhnya
rumah-rumah kami terbuka (tidak ada penjaga).)
Ayat di
atas pernyataan yang intinya adalah dalih agar bisa berkelit dari kewajiban dan
menghindar dari kebenaran yang nyata.
No comments:
Post a Comment