
Dalam pembahasan
mengenai Neurological Level (tingkat berpikir dan berperilaku) di perusahaan
dalam seminar2 saya, yang acapkali muncul adalah mengenai kepuasan kerja serta
LOYALITAS pada perusahaan.
Kepuasan kerja tentu
saja menyangkut kepuasan terhadap pekerjaan itu sendiri, perusahaan, sikap
atasan, rekan kerja, maupun bawahan.
Dan ini berhubungan
erat dengan BELIEF, yang mengandung unsur PERSEPSI kita terhadap apapun yang
terjadi di sekitar kita di tempat kerja.
Apakah saya
dihargai, apakah pekerjaan saya berkontribusi terhadap kemajuan perusahaan,
apakah orang lain menilai baik hal-hal yang telah saya lakukan, apakah atasan
saya fair, apakah anak buah saya menghargai dan respek terhadap saya, apakah
saya disukai, apakah perusahaan saya etis, dll.
Dan ada hal yang
lucu mengenai apa yang disebut sebagai LOYALITAS.
Simak apabila ada
seorang karyawan yang resign dan berkata “Saya seorang karyawan yang telah
LOYAL terhadap perusahaan ini selama 10 tahun, dan karena itu saya kira wajar
apabila perusahaan memberikan uang jasa yang lumayan kepada saya”
Coba
perhatikan baik-baik kata-kata di atas. Pernah mendengarkan kata2 serupa
atau pernah sendiri Anda ucapkan?
Here
is the issue.
Saya
pernah mendengar ungkapan Mario Teguh dalam sebuah talk show, bahwa apabila ada
yang berkata “Saya seorang yang taqwa, tapi saya cobaan ini terlalu berat bagi
saya”, berarti ada kontradiksi.
Apabila
orang tersebut memang benar2 taqwa dan percaya, maka dia akan dengan lapang
dada bisa menerima cobaan apapun, bukan?
Dalam
kasus karyawan resign di atas, misalnya.
Seandainya
benar2 karyawan tersebut LOYAL, maka apakah sikap meminta uang jasa terhadap
LOYALITAS adalah bentuk nyata dari LOYALITAS itu sendiri? Hmmmhh..
Kadang
ada karyawan yang keluar dari perusahaan dan mengharapkan uang jasa karena
MERASA pantas mendapatkannya.
Saya
pernah membicarakan ini dengan seorang expat, yang langsung dijawab dan sempat
membuat saya berpikir: “Uang jasa? Bukankah setiap bulan kita sudah memberikan
imbal jasa?”
Ini
kembali lagi menyangkut apa yang disebut BELIEF.
Ada
pihak yang MERASA bahwa dengan gaji sudah cukup untuk menunjukkan penghargaan
berapapun masa kerja, karena toh merupakan imbal JASA.
Sementara
ada pihak yang MERASA gaji saja tidak cukup karena merasa bahwa dengan bekerja
bertahun-tahun, dan MERASA bahwa perusahaan bisa seperti sekarang adalah karena
JASA-nya, oleh sebab itu MERASA wajar apabila ada penghargaan lebih.
Atau
ada ungkapan seperti “Saya selama ini telah loyal dengan menjaga rahasia
perusahaan dengan baik, karena itu perusahaan wajib mengkompensasi jasa saya
tersebut”
Bahkan
ada yang seolah menunggu saat yang tepat untuk maju dengan menggunakan rahasia
perusahaan sebagai bargaining power untuk mendapatkan sebuah BENEFIT.
Pertanyaannya
sama dengan di atas, apakah LOYALITAS yang dimaksud tersebut adalah SELAMA
masih ada BENEFIT dari hubungan kerja atau ada BENEFIT tertentu dengan menjaga
rahasia perusahaan dan oleh karena itu berakhir pada saat BENEFIT tersebut juga
berakhir?
Dan
apakah itu yang dinamakan LOYALITAS? Ataukah sebatas ASUMSI JASA vs
BENEFIT yang diterima?
Ini
sama seperti seorang yang cintanya diputus hubungan cintanya oleh seseorang
yang DIRASA begitu dicintai, berkata “Saya begitu mencintai kamu. Saking
begitu cintanya saya, kalau saya tidak bisa mendapatkan kamu, saya akan
melakukan apapun untuk memastikan orang lain pun tidak boleh mendapatkan kamu”
Yang
mem-presuposisi bahwa selama kita berhubungan, dimana masih ada BENEFIT buat
saya, kamu oke-oke saja, tapi begitu putus dan saya tidak mendapatkan lagi
BENEFIT dari kamu, AWAS!!!
Saya
pernah bekerja di sebuah perusahaan, yang pada saat krismon melanda dan
kesulitan untuk melanjutkan operasionalnya, semua karyawannya bersedia untuk
dipotong gajinya demi survival perusahaan. Saat itu saya menyatakan salut
pada sikap karyawan2, tapi sampai hari ini saya tidak berani ber-ASUMSI apakah
itu sebuah LOYALITAS, atau hanya pilihan wajar demi kelangsungan kerja dengan
pertimbangan BENEFIT untuk diri sendiri juga.
Memang
menarik untuk bertanya apakah LOYALITAS itu sendiri ada dalam konteks hubungan
kerja atau hubungan pribadi.
Lalu
bagaimana LOYALITAS itu bisa diukur, walau hanya sebatas ASUMSI juga?
After all, semuanya
menyangkut BELIEF, bukan?
Seperti
percakapan sepasang kekasih.
Kata
sang pria, “Saya cinta kamu. Demi kesetiaan sama kamu, saya rela mati
sekalipun”
Lalu
sang wanita menjawab, “Dari dulu kamu bilang begitu. Buktikan dong
sekali-sekali”
See?
Selama masih belum jadi FAKTA, masih BELIEF.
No comments:
Post a Comment